Rabu, 29 Maret 2017

Bukan "Robohnya Surau Kami"



BUKAN “ROBOHNYA SURAU KAMI”

Yang menarik dari “Robohnya Surau Kami”, salah satu cerpen karya AA Navis, adalah alur ceritanya yang mengalir sampai ke akhirat, hehe, setidaknya itulah yang saya rasakan.  
Lalu saya membayangkan berdiri di belakang Haji Saleh, sepeti dia, sayapun optimis.  Karena sewaktu di dunia profesi saya guru, tentunya banyak amal baik yang bisa diandalkan untuk mengantarku ke surga-Nya.
Setelah keputusan Tuhan untuk Haji Saleh yang mencengangkan, kini tibalah giliranku.
“Kamu”
“Iya, Tuhanku, nama saya Hamdan.”
“Bukan itu, di sini nama tidak penting, itu untuk kamu di dunia.” “Bekal apa yang kamu bawa untuk kehidupan yang kekal ini.”
“O Tuhanku,  sewaktu di dunia, saya ini seorang guru. Melalui kamilah anak-anak manusia ditempa supaya menjadi berguna di masa mereka dewasa.  Berkat upaya kami, mereka ada yang menjadi polisi, tentara, poltikus, pengusaha juga dokter yang sangat dibanggakan oleh orang tuanya.  Singkatnya, semua profesi yang ada di muka bumi itu melalui tangan kami.  Dan saya sebagai seorang guru tidak pernah meminta balas jasa atas semua yang telah dilakukan.  Oleh karena itu sudilah kiranya Tuhan memasukkan saya ke surga.”
“Baiklah, kamu memang pantas mendapatkan surga…. Malaikat bawa orang ini ke surga.”
“Tunggu dulu.”
Tiba-tiba ada suara berteriak dari belakang,
“Tunggu. Jangan dulu di bawa ke surga.  Hamba ada perhitungan dengan orang ini.”
“Siapa kamu?”
“Hamba salah satu dari muridnya di dunia.”
Saya kenal baik orang ini, ya dia memang muridku dulu. Saya mengajar bukan hanya di satu sekolah, tapi di beberapa sekolah, jadi sebenarnya tidak mudah untuk mengenal murid satu-persatu. Hanya dua kelompok murid yang mudah dikenal; yang paling pintar atau di atas rata-rata, dan yang paling lambat menyerap pelajaran (untuk tidak mengatakan bodoh). Dan dia adalah salah satu dari kelompok yang kedua.
“Apa keberatanmu?”
“Begini Tuhan, saya sudah hampir diterima di sebuah perusahaan pelayaran.  Orang tua saya sangat bahagia, karena melihat tetangga kami yang bekerja di pelayaran hidupnya makmur, sudah banyak kebun dan sawah milik warga kampung yang dibeli olehnya.  Maka keluarga kami pun mengadakan acara sukuran dengan mengundang seluruh warga kampung. Di acara itu bapak saya mengumumkan kepada para tamu yang hadir bahwa saya sudah resmi diterima di perusahaan pelayaran, dan tidak lama lagi akan melaut, dan, tentunya nanti kalau pulang akan membawa uang yang banyak.  Padahal proses seleksi masuk belum selesai, masih ada satu sesi lagi, yaitu wawancara.  Pada tahapan akhir itulah saya dinyatakan tidak lulus seleksi karena tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan dengan Bahasa Inggris. Perasaan malu yang sangat menyelimuti keluarga kami, sampai-sampai ayah mengalami stroke dan meninggal.  Tuhan, Dialah yang dulu mengajariku pelajaran Bahasa Inggris ketika duduk di bangku SMP,  tapi saya tidak mendapatkan perhatiannya, dia lebih suka melayani kawan-kawanku yang pintar-pintar.”
“Baiklah, malaikat, berikan sebagian pahala amal salehnya kepada orang ini.”
Meskipun sudah diambil sebagian amal salehku, tapi timbangannya masih lebih berat daripada dosa-dosaku, jadi saya masih berpeluang masuk surga, sayapun lega.
Saya dekati sang murid, “sudahlah ngak apa-apa ya, insya Allah kita masih bisa bersama-sama masuk surga.”
Hampir saja malaikat mengantarkan kami ke surga, sampai dihentikan oleh kedatangan murid-muridku yang lain.  Ada yang gagal masuk perguruan tinggi favorit karena tidak lulus tes Bahasa Inggris. Ada juga yang gagal mendapatkan beasiswa belajar ke luar negeri karena tidak lulus TOEFL, dan banyak lagi. Begitu banyaknya murid-muridku yang datang dan menuntutku sampai habis seluruh amal salihku, dan pada gilirannya timbangan dosaku bertambah banyak oleh limpahan dosa dari para penuntutku, murid-muridku dulu.
Saya hanya bisa tertunduk malu, tidak ada lagi harapan, sudah jelas nasibku, ampun ya Tuhan.
Seketika terasa ada belaian lembut di kening disertai dengan bisikan, “Bi, pindah tidurnya ke kamar, matikan dulu laptopnya.”
“Astagfirullah, Umi tidur aja duluan, abi mau bikin RPP buat besok.”

Salawu, 6 Februari 2017

0 komentar:

Posting Komentar